MAWARTANEWS.com, NAMORAMBE |
SMA Negeri 1 Namorambe, yang terletak di jalan Pendidikan, Desa Jati Kesuma, Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, diduga terlibat dalam banyak kecurangan.
Beberapa data guru yang sudah tidak aktif mengajar, termasuk mantan kepala sekolah Febriani Tri Dewi Bangun dan beberapa guru lainnya, diduga dimanipulasi di SMA Negeri 1 Namorambe.
Hal tersebut diungkapkan oleh seorang alumni SMA Negeri 1 Namorambe yang tidak ingin namanya disebutkan kepada wartawan pada Sabtu (15/07/2023).
Alumni yang tidak ingin disebutkan namanya tersebut mengungkapkan bahwa setidaknya ada 4 data guru yang dimanipulasi oleh oknum operator berinisial AT, dan manipulasi data ini merupakan pelanggaran yang tidak dapat ditoleransi.
Pemalsuan data merupakan pelanggaran terhadap Pasal 263, Ayat 1 dan 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Pemalsuan Dokumen, yang dapat dikenai hukuman penjara maksimal enam tahun.
“Nampaknya pemalsuan yang dimaksud dilakukan oleh oknum operator di SMA N 1 Namorambe yang berinisial AT.”
Menurut alumni tersebut, data yang diduga dipalsukan oleh oknum operator di SMA Negeri 1 tersebut mencakup nama-nama Amri Tarigan sebagai guru honorer, Elly Sorta, dan beberapa orang lainnya, serta mencantumkan nama mantan kepala sekolah Febriani Tri Dewi Bangun.
Pengungkapan dugaan tersebut didasarkan pada keisengan seorang alumni yang tidak ingin disebutkan namanya. Alumni tersebut mengungkapkan keheranannya bahwa nama-nama guru dan mantan kepala sekolah tersebut masih tercantum dalam data kepegawaian sekolah.
“Dengan iseng, saya membuka data guru di sekolah saya dan ternyata masih ada nama guru yang sudah tidak mengajar lagi di SMA Negeri I Namo Rambe, seperti Pak Amri Tarigan, Ibu Elly Sorta, dan Ibu Febriani Tri Dewi,” ujarnya.
Ketika dikonfirmasi melalui pesan singkat WhatsApp beberapa waktu lalu, oknum operator sekolah yang berinisial AT tidak memberikan klarifikasi terkait dugaan tersebut dan hanya menjawab “apa cerita”.
Selain itu, didalam pantauan awak media di lapangan terdapat pula pengutipan Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) selama dua bulan kepada calon siswa baru di SMA Negeri 1 Namorambe, serta kewajiban membeli perlengkapan sekolah di sana.
Salah satu contoh dari praktik yang diduga dilakukan oleh SMA Negeri 1 Namorambe adalah pungutan wajib SPP selama dua bulan, dan jika pembayaran belum lunas, siswa hanya diperbolehkan membawa selama satu bulan saja.
Selain itu, siswa juga diwajibkan membeli seragam batik dan atribut sekolah.
Seorang calon siswa baru yang tidak ingin disebutkan namanya mengonfirmasi adanya pengutipan biaya wajib tersebut dan memberikan bukti berupa foto kepada media.
“Ya, benar. Ada pengutipan seperti yang dijelaskan dalam selebaran dan terlihat dalam foto. Padahal kami belum memulai proses belajar mengajar, namun kami sudah diminta membayar SPP dan membeli perlengkapan sekolah, termasuk seragam batik dan topi, dari sekolah,” kata calon siswa tersebut.
Di sisi lain, seorang warga Desa Jaba menambahkan bahwa mereka memilih untuk tidak mendaftarkan anak mereka ke sekolah tersebut karena mereka merasa aturan telah dilanggar.
“Saya tidak ingin mendaftarkan anak saya ke sekolah tersebut karena sepertinya mereka telah menyimpang dari jalur yang benar. Bagaimana mungkin mereka menagih SPP dan menuntut siswa membeli perlengkapan sekolah sebelum pelajaran dimulai? Bagaimana jika terjadi sesuatu pada anak-anak kita? Apakah uang tersebut akan dikembalikan?” ungkap seorang warga Desa Jaba.
Ia menambahkan, “Saya lebih memilih untuk menyekolahkan anak saya di sekolah swasta daripada di sekolah negeri yang banyak melakukan pungutan liar,” pungkasnya. (LS)