SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
BREAKING NEWSNUSANTARA

Aktivis Soroti Dugaan Penyimpangan Rp 34 Miliar di LKPD Batu Bara, Pertanyakan Audit BPK

×

Aktivis Soroti Dugaan Penyimpangan Rp 34 Miliar di LKPD Batu Bara, Pertanyakan Audit BPK

Sebarkan artikel ini

Batu Bara – Predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Batu Bara Tahun Anggaran 2022 menuai kritik dari berbagai kalangan.

Sejumlah aktivis, pemerhati, dan tokoh pers lokal mempertanyakan validitas laporan tersebut, mengingat adanya dugaan penyimpangan dalam penyajian keuangan daerah.

Salah satu aktivis yang menyoroti hal ini adalah Gustira Sayuti, S.H., Ketua Umum DPP APDESU Indonesia.

Ia menduga adanya penyimpangan yang tidak tersentuh dalam proses audit BPK RI, khususnya pada anggaran Rp 34 miliar yang berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa di RSUD Batu Bara.

“Soal ini masih terus kami telusuri. Tim analis kami menduga adanya penyimpangan, bahkan kemungkinan penggelapan dalam jabatan yang melibatkan mantan Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD), mantan Kepala Dinas Kesehatan, serta Direktur RSUD Batu Bara,” ujar Gustira saat ditemui di sebuah kafe di Labuhan Ruku, Rabu (12/3/2025).

Menurutnya, dugaan penyimpangan ini berawal dari ketidaktercerminannya rincian pertanggungjawaban LKPD dalam laporan operasional Satuan Kerja (Satker) RSUD Batu Bara.

Ia mengungkapkan bahwa anggaran Rp 26,6 miliar yang diperuntukkan bagi RSUD Batu Bara tidak memiliki kejelasan dalam laporan keuangan.

“Dalam LKPD Dinas Kesehatan Tahun 2022, terdapat alokasi Rp 148,2 miliar, di mana Rp 67,9 miliar digunakan untuk penyediaan layanan kesehatan tingkat kabupaten/kota.
Dari jumlah itu, Rp 40,8 miliar digunakan untuk fasilitas kesehatan di Puskesmas dan RSUD Batu Bara, sementara Rp 26,6 miliar diduga dialokasikan khusus untuk RSUD Batu Bara tanpa kejelasan yang memadai,” ungkapnya.

BACA JUGA:  Kapolres Pelabuhan Belawan Terima Penghargaan Dari Ketua Perkumpulan Gereja Oikumene

Ia menilai ada modus penggandaan anggaran, di mana dua mata anggaran muncul untuk membiayai kegiatan yang sama, tetapi dengan jumlah berbeda.

“Kami menduga mantan Kadis Kesehatan saat itu membuat dua kegiatan berbeda untuk menutupi alokasi dana yang sama, yakni Rp 40,8 miliar untuk Puskesmas dan RSUD, serta Rp 26,6 miliar yang secara eksklusif meng-cover RSUD Batu Bara,” jelasnya.

Lebih lanjut, Sayuti menilai bahwa BPK RI luput dalam mengaudit anggaran Rp 26,6 miliar tersebut. Tim analisnya tidak menemukan hasil pemeriksaan BPK yang secara spesifik meneliti mata anggaran ini.

“Kami sudah telusuri Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) Kabupaten Batu Bara Tahun 2022 di Dinas Kesehatan dan tidak menemukan adanya alokasi Rp 26,6 miliar tersebut. Selain itu, dalam Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) juga tidak tercatat adanya lelang pengadaan barang/jasa dengan nilai sebesar itu,” katanya.

Gustira juga mengingatkan bahwa kasus ini memiliki pola serupa dengan kasus yang menjerat mantan Kepala BPBD Batu Bara yang tersandung penggelapan dana Belanja Tidak Terduga (BTT).

BACA JUGA:  1 Orang Ditetapkan Sebagai Tersangka dalam Perkara BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika

“Dulu, Kepala BPBD bisa mencairkan dana miliaran tanpa melalui proses lelang atau regulasi ketat, hanya dengan Peraturan Bupati dan persetujuan Kepala BKAD. Kami menduga pola serupa terjadi dalam dugaan penyimpangan ini,” tegasnya.

Untuk memastikan kebenaran dugaan ini, timnya saat ini tengah melakukan pengumpulan bahan keterangan dan analisis lebih lanjut. Ia berencana membawa temuan ini ke tingkat yang lebih tinggi, termasuk BPK RI Pusat, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan Kementerian Keuangan.

“Kami juga ingin mendorong audit payroll tenaga kesehatan, karena dari anggaran Rp 26,6 miliar, sebagian besar diklaim digunakan untuk gaji dan honor tenaga kesehatan serta belanja obat dari Kapitasi BPJS. Tahun 2021 saja, gaji tenaga kesehatan mencapai Rp 4,1 miliar, sementara pada 2022 naik menjadi Rp 6,2 miliar, ditambah belanja obat Rp 5,1 miliar,” paparnya.

Sayuti menegaskan bahwa pihaknya akan terus melakukan investigasi dan tak menutup kemungkinan akan segera melaporkan dugaan korupsi ini ke Aparat Penegak Hukum (APH).

“Jika dugaan ini terbukti, maka ini bisa menjadi kasus Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) terbesar di Batu Bara. Kami harap audit lebih mendalam bisa segera dilakukan,” pungkasnya. (Amri Lubis)