NASIONALPolitik

Akademisi USU: Wacana Pilkada oleh DPRD Perlu Kajian Mendalam, Jangan Abaikan Kedaulatan Rakyat

×

Akademisi USU: Wacana Pilkada oleh DPRD Perlu Kajian Mendalam, Jangan Abaikan Kedaulatan Rakyat

Sebarkan artikel ini

MEDAN – Akademisi Universitas Sumatera Utara, Roy Fachraby Ginting, menilai wacana perubahan sistem pemilihan kepala daerah dari pemilu langsung ke pemilihan melalui DPRD, seperti yang diusulkan Presiden Prabowo Subianto, perlu dikaji secara mendalam.

Hal ini disampaikannya menyikapi pidato Prabowo saat perayaan HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul, Bogor, pada Kamis (12/12/2024).

Menurut Roy, usulan ini memicu beragam tanggapan dari berbagai pihak, termasuk politikus, pengamat, dan tokoh masyarakat. Salah satu kekhawatiran adalah potensi pergeseran praktik politik uang dari masyarakat ke elit politik dan anggota DPRD.

“Jangan sampai kebijakan ini hanya memindahkan permainan uang Pilkada yang selama ini dinikmati rakyat, justru berpindah ke elit politik dan wakil rakyat di DPRD,” ujar Roy Fachraby kepada Mawartanews.com, Selasa (17/12).

Efisiensi Anggaran Tidak Bisa Jadi Alasan Utama

Roy mengakui bahwa pemilihan langsung membutuhkan biaya yang besar dan membebani anggaran negara maupun para kandidat. Namun, menurutnya, hal ini bukan alasan yang cukup kuat untuk mengubah sistem pilkada.

BACA JUGA:  Lemdiklat Polri Kembali Gelar Bakti Sosial Untuk Anak Stunting di Kota Sukabumi

“Puluhan hingga ratusan miliar per kandidat gubernur, wali kota, dan bupati habis dalam satu-dua hari. Tapi bukan berarti jika dipilih DPRD, biaya politik akan hilang. Justru ini bisa menjadi ladang pemasukan bagi elit partai dan DPRD,” tegasnya.

Ia menambahkan, semangat reformasi yang menumbangkan rezim Orde Baru harus terus dijaga. Prinsip “one man, one vote” dalam pemilihan langsung adalah wujud kedaulatan rakyat yang tidak boleh dihilangkan.

Perkuat Demokrasi dari Tingkat Desa

Sebagai solusi, Roy mengusulkan adanya upaya konkret untuk menekan biaya politik tanpa harus mengganti sistem pemilu.

Salah satunya adalah memperkuat peran desa dalam pelaksanaan pemilu dan mendukung partai politik agar lebih membumi di masyarakat.

“Pemilu bisa lebih hemat jika prosesnya dimulai dari desa dengan panitia pemilihan bersifat ad hoc. Selain itu, penguatan akar partai politik di tingkat desa dapat mengurangi biaya besar untuk KPU dan Bawaslu,” jelas Roy.

BACA JUGA:  Selamat bertugas 112 Kabinet Merah Putih Versi Presiden Prabowo dan Rakyat Menunggu 100 hari kerja kedepan

Legitimasi dan Checks and Balance

Roy juga menilai bahwa pemilihan kepala daerah melalui DPRD akan melemahkan legitimasi pemimpin daerah di mata masyarakat dan menghilangkan sistem checks and balance antara DPRD dan pemerintah daerah.

“Kalau kepala daerah dipilih oleh DPRD, legitimasi dan representasi mereka akan menurun. Ini juga membuka ruang permainan uang di kalangan elit politik,” tandasnya.

Lebih lanjut, Roy menekankan pentingnya evaluasi dalam pelaksanaan pilkada langsung, bukan mengganti sistemnya.

Perbaikan harus difokuskan pada penataan sistem pemilu, penegakan hukum yang tegas, dan perbaikan mekanisme rekrutmen calon kepala daerah oleh partai politik.

“Momentumnya adalah evaluasi, bukan penggantian sistem. Karena masyarakat ingin pilkada langsung tetap menjadi pesta demokrasi yang jujur, adil, dan beradab,” pungkas Roy Fachraby Ginting. (Tison)