MEDAN – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Wilayah I tengah membidik dugaan praktik persekongkolan dalam tender pembangunan Gedung Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) yang menelan anggaran jumbo senilai lebih dari Rp96 miliar.
Kepala KPPU Wilayah I, Ridho Pamungkas, menyebut pihaknya kini dalam tahap telaah awal atas laporan dugaan kecurangan yang masuk.
Kejanggalan mencolok ditemukan dalam proses pemilihan penyedia jasa oleh Dinas PUPR Sumatera Utara.
“Proyek ini berasal dari APBD Sumut 2025 dengan pagu anggaran Rp96.349.513.000 dan kode RUP 57051462. Tender diumumkan sejak 10 Februari 2025,” ungkap Ridho, Selasa (29/7/2025) di gedung KPPU Sumut.
Tender tersebut diikuti oleh empat perusahaan, yakni:
1. PT Permata Anugerah Yalapersada
2. PT Gunakarya Nusantara
3. PT Bumi Aceh Citra Persada
4. PT Cimendangsakti Kontrakindo
Namun, sorotan publik mengarah ke penetapan PT Permata Anugerah Yalapersada sebagai pemenang tender, dengan nilai penawaran Rp95,72 miliar, justru lebih mahal dibandingkan tiga peserta lain yang mengajukan penawaran lebih rendah.
Tiga perusahaan lain yang menawarkan harga lebih kompetitif yakni PT Gunakarya Nusantara (Rp91 miliar), PT Bumi Aceh Citra Persada (Rp91,35 miliar), dan PT Cimendangsakti Kontrakindo (Rp92,93 miliar) semuanya digugurkan karena alasan administrasi, yakni tidak menyertakan dokumen personel manajerial teknik.
Namun, alasan itu dipertanyakan oleh Lembaga Transparansi Tender Indonesia (TTI), pelapor kasus ini ke KPPU.
TTI menilai ketiga perusahaan tersebut justru memiliki portofolio proyek yang layak, dan pengguguran mereka menimbulkan kecurigaan adanya skenario pengondisian.
“Penetapan pemenang dengan harga mendekati HPS merupakan sinyal kuat bahwa kompetisi telah dibungkam oleh persekongkolan horizontal,” tegas juru bicara TTI.
Ia juga menuding bahwa perusahaan pemenang punya kedekatan dengan oknum di Dinas PUPR Sumut.
Lebih jauh, TTI menduga tiga perusahaan lain hanya dijadikan “peminjam bendera” guna menciptakan kesan persaingan semu.
Laporan resmi ke KPPU telah diterima sejak 23 Juli 2025, terdaftar dengan nomor 51‑58/DH/KPPU‑L/VII/2025.
Saat ini, laporan itu telah memasuki tahap penyelidikan awal atas dugaan pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Tak hanya itu, nama PT Permata Anugerah Yalapersada sendiri sudah pernah tercatat dalam daftar hitam LKPP pada 2023–2024.
Saat itu, perusahaan ini tersangkut kasus proyek renovasi Stadion Kebun Bunga Medan senilai Rp191,6 miliar, yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp687,5 juta.
“Fokus kami adalah memastikan tidak ada permainan dalam proses tender, agar tercipta iklim persaingan yang sehat dan transparan,” pungkas Ridho.
Proyek pembangunan Gedung Kejati Sumut sendiri sebelumnya sudah sempat gagal lelang. Kini, mencuatnya dugaan pengaturan tender membuat publik menanti langkah tegas dari lembaga pengawas. (Son)