SERGAI – Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 di Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, sejumlah isu kontroversial mencuat yang menyoroti integritas Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Serdang Bedagai.
Isu-isu ini berpusat pada dugaan pungutan liar (pungli) terkait uang transportasi kotak suara, dugaan pungli dalam perekrutan anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), dan dugaan pemotongan gaji sekretariat PPK serta Panitia Pemungutan Suara (PPS).
kelompok mahasiswa yang tergabung dalam Jaringan Intelijen Mahasiswa (JIM) melakukan aksi damai di depan Mapolda Sumatera Utara, Jumat (2/8/2024) kemarin.
Mereka mendesak pihak kepolisian untuk segera memeriksa dan menangkap oknum komisioner KPUD yang diduga terlibat dalam praktik-praktik korupsi ini.
Koordinator aksi, Fahlevi, menyampaikan bahwa jabatan komisioner KPU merupakan posisi strategis yang harus dijalankan dengan integritas. Namun, ia menuding adanya penyalahgunaan wewenang oleh oknum tertentu untuk kepentingan pribadi.
Fahlevi mengungkapkan bahwa dugaan pungli yang dilakukan oleh oknum komisioner KPUD Sergai berinisial EW melibatkan uang transportasi kotak suara untuk badan adhoc PPK pada Pemilu Presiden dan Pemilihan Legislatif 2024.
Selain itu, ia juga mengungkapkan adanya dugaan pungli dalam perekrutan anggota PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, yang diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah.
Menanggapi tuduhan ini, Ketua KPUD Serdang Bedagai, Agusli Matondang, membantah adanya pemotongan honor bagi sekretariat PPS.
Dalam pernyataannya, Agusli menjelaskan bahwa pembayaran honorarium mengikuti keputusan KPU Nomor 472 Tahun 2022, yang menetapkan ambang batas tertinggi honor untuk sekretariat PPS sebesar Rp1.150.000,- dan staf Rp1.050.000,-.
Ia menegaskan bahwa gaji langsung dikirim ke rekening masing-masing sekretaris dan staf PPS, sehingga tidak mungkin terjadi pemotongan.
Agusli juga menjelaskan bahwa perbedaan besaran gaji di setiap kabupaten/kota tergantung pada dana hibah yang diterima dari pemerintah daerah masing-masing.
Untuk Pilpres, dana berasal dari KPU RI, sehingga standar honorarium tidak bisa diubah. Namun, untuk Pilkada 2024, dana berasal dari pemerintah daerah, dan besaran honor sudah diatur dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) yang telah disetujui bersama.
Isu-isu ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat dan pelaku politik lokal mengenai integritas pelaksanaan Pilkada 2024 di Serdang Bedagai.
Transparansi dan kejujuran dalam proses pemilihan sangat penting untuk memastikan kepercayaan publik terhadap lembaga pemilu dan hasil yang dihasilkan.
Jika benar terjadi pelanggaran, hal ini dapat merusak kredibilitas KPUD dan berdampak negatif pada pelaksanaan Pilkada secara keseluruhan.
Hingga berita ini ditulis, oknum komisioner Sergai berinisial EW belum memberikan tanggapan resmi terkait isu-isu yang mencuat.
Masyarakat dan aktivis terus menanti langkah tegas dari pihak kepolisian dan KPUD untuk menyelesaikan permasalahan ini dan memastikan pelaksanaan Pilkada berjalan dengan jujur dan adil.
Dengan tekanan yang semakin meningkat, isu ini menjadi perhatian serius, baik di tingkat lokal maupun nasional, mengingat pentingnya menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi di Indonesia.