BANDUNG – Dalam sebuah perjalanan di wilayah Jawa Barat, Gubernur Dedi Mulyadi menyempatkan diri berhenti setelah melihat seorang kakek tua di pinggir jalan yang tengah membawa karung besar. Momen sederhana itu pun berubah menjadi kisah inspiratif yang menyentuh banyak hati.
Setelah turun dari kendaraan, Dedi menemui kakek tersebut dan menanyakan tujuannya.
“Bapak, bade kamana (mau ke mana)?” tanya Dedi.
“Kan bade ngarit (mau cari rumput),” jawab si kakek dengan santai.
Percakapan pun mengalir akrab, diselingi canda dan sapaan khas Sunda. Dedi kemudian menanyakan tentang arit yang dibawa kakek itu, serta harga pembeliannya. Bukannya menjawab langsung, si kakek justru melantunkan pantun:
“Meuli arit ti Cijolang, bisakah butit tong waka pulang.”
Dedi tersenyum dan memuji kemampuan si kakek berpantun.
Ketika ditanya tentang isi karung yang dibawanya, kakek mengatakan bahwa karung tersebut berisi barang rongsokan yang ia kumpulkan di jalanan. Mengetahui hal itu, Dedi menawarkan untuk membeli rongsokan tersebut. Si kakek menyebutkan bahwa biasanya karung tersebut seharga sepuluh ribu rupiah.
Namun, Dedi justru menawar dengan harga tak biasa, seratus ribu rupiah , yang langsung disambut si kakek dengan canda:
“Teu langkung, ngen teu aya angsulan (terserah, tapi gak ada kembalian),” katanya berseloroh .katanya berseloroh.
Dedi pun semakin kagum, lalu menaikkan tawaran hingga lima ratus ribu rupiah hanya untuk membeli arit . Namun ,hanya untuk membeli arit. Namun, kekaguman itu memuncak ketika ia mencoba membeli karung yang digunakan si kakek untuk memuat rumput dan rongsokan.
“Karung na dibeli lima ratus,” ucap Dedi .kata Dedi.
Namun sang kakek dengan tegas menolak, “Ulah, ieu paranti jukut (jangan, ini untuk mengangkut rumput).”
Tawaran Dedi pun terus naik, bahkan mencapai belasan juta rupiah , namun si kakek tetap menolak dengan keteguhan hati. Karung yang bagi orang lain mungkin tak berharga, bagi sang kakek adalah simbol kerja keras dan alat mencari nafkah.
Akhirnya Dedi Mulyadi memberikan uang tunai yang diperkirakan sebesar 20 juta rupiah kepada si kakek kepada si kakek sebagai penghargaan atas ketulusan dan kerja kerasnya. Dedi bahkan mencium tangan si kakek sebagai wujud penghormatan.
“Itulah karung termahal di dunia,” ujar Dedi, menutup perjumpaan yang sarat makna tersebut.(Sugiyanto)